Prajurit Andjing NICA di Eksekusi Mati Teman Sendiri Karna Bebaskan Ayah Komandan TNI

Prajurit Andjing NICA di Eksekusi Mati Teman Sendiri Karna Bebaskan Ayah Komandan TNI

Prajurit Andjing NICA di Eksekusi Mati Teman Sendiri Karna Bebaskan Ayah Komandan TNI - Seseorang sersan KNIL yang dikira pengkhianat, dieksekusi melalui sesuatu majelis hukum cepat. Sering melindungi banyak orang Indonesia dari kekejaman gerombolan sendiri.

Di novel Het Andjing NICA Batalijon( KNIL) in Nederlands- Indie, 1945- 1950, buatan SA Lapre, tersebutlah seseorang sersan bernama Slamet. Pria Jawa itu dikatakan selaku salah satu dari 5 puluh 9 prajurit Batalyon Infanteri V Andjing NICA yang gugur sepanjang pembedahan tentara di area Jawa Tengah.

Berakhir dilaksanakannya kelakuan Pembedahan Gagak pada 19 Desember 1948( Gempuran Tentara II Belanda), Andjing NICA ditempatkan di area Karesidenan Kedu. Salah satu area yang wajib dibersihkan oleh mereka dari unsur- unsur pejuang Republik Indonesia merupakan Temanggung.

Di tanah kelahiran Komandan Bagian III Kolonel Bambang Sugeng itu, Andjing NICA menggila. Bagi Bambang Purnomo, hampir tiap hari Andjing NICA berkelana buat mencari bulan- bulanan.

Bila telah membekuk banyak orang yang dicurigai selaku gerilyawan ataupun agen rahasia Republik, hingga para prajurit KNIL itu bawa para tawanannya ke Jembatan Kali Progo.

" Di situ mereka dieksekusi dengan kejam, kemudian mayatnya ditendang ke Kali Progo," kata salah satu adik kandungan dari Kolonel Bambang Sugeng itu.

Sersan Slamet Selamatkan Pak Slamet


Pada sesuatu hari seseorang pria berumur dibekuk Andjing NICA. Ia dicurigai sudah berikan makan pada beberapa gerilyawan republik. Orang berumur itu lalu dibawa ke Jembatan Kali Progo.

Dengan tangan terikat ia digeletakkan sedemikian itu saja di jalur aspal, didiamkan teraniaya pancaran sinar mentari yang panas.

" Prajurit- prajurit Andjing NICA itu menginstruksikan pada tiap orang yang melampaui jembatan itu buat meludahinya, apalagi memukuli serta menendangnya," kata bekas gerilyawan republik di Temanggung itu.

Peristiwa itu setelah itu dikenal oleh Sersan Slamet. Ia lalu bergegas mengarah Jembatan Kali Progo. Sehabis ngobrol lama dengan kawan- kawannya itu, ia menawarkan diri buat menghabisi nyawa laki- laki itu yang bertepatan pula bernama Slamet.

Kawan- kawannya awal cuma tersimpul saja serta menyangka Sersan Slamet lagi berbual. Tetapi memandang keseriusannya, mereka kesimpulannya meluluskan permohonan itu, saat sebelum setelah itu meninggalkan jembatan itu.

Sedemikian itu prajurit- prajurit Andjing NICA itu lenyap dari pemikiran, Sersan Slamet kilat mengangkut badan Slamet berumur. Sehabis membuka tali- tali yang memborgol tangan pria sepuh itu, Sersan Slamet cepat- cepat menyuruhnya buat berangkat dari dari jembatan itu.

Dicap Pengkhianat&Dieksekusi


Kelakuan humanis Sersan Slamet itu bisik- bisik disaksikan oleh sebagian masyarakat. Hingga semenjak itu, tersebarlah informasi bila Sersan Slamet sesungguhnya merupakan orang Republik yang ditanam di gerombolan Andjing NICA.

Terlebih banyak masyarakat lain bersaksi bila kelakuan melepaskan para narapidana yang hampir dihabisi angkatan Belanda, nyatanya kerap dicoba oleh si sersan itu.

Pasti saja informasi itu hingga pula ke kuping intel tentara Belanda. Sesuatu hari, kawan- kawannya mengajak Sersan Slamet buat berpatroli ke area Kaloran. Sedemikian itu datang di sesuatu hutan yang hening, Sersan Slamet diadili dengan cara cepat serta langsung ditembak mati.

Lalu siapa sesungguhnya orang berumur yang sempat diselamatkan nyawanya oleh Sersan Slamet? Ia tidak lain papa dari Kolonel Bambang Sugeng, yang sempat diketahui Sersan Slamet.

Terkesan Dengan TNI


Ceritanya, dikala terjalin cease fire( penghentian senjata) berakhir dilangsungkannya Akad Renville pada dini 1948, Kolonel Bambang Sugeng melaksanakan negosiasi dengan seseorang opsir besar Belanda. Dikala seperti itu Bambang memandang seseorang Jawa yang jadi pengawal panglima Belanda itu.

" Kerabat aku kemudian memanggilnya. Sehabis berteman serta membagikan satu batang rokok, mereka lalu ngobrol dengan cara bersahabat," ucap Bambang Purnomo.

Warnanya Sersan Slamet amat berkesan dengan pertemuan itu. Ia tidak berpikir bila terdapat seseorang opsir republik yang senantiasa legal ramah padanya, walaupun dapat dibilang ia ialah" pengkhianat" di mata banyak orang sebangsa- nya dikala itu.

" Bisa jadi itu salah satu yang menimbulkan Sersan Slamet pada kesimpulannya mengasihani pada peperangan kita," kata Bambang Purnomo.

Biarpun dikabarkan dihabisi oleh teman sendiri, julukan Slamet tampaknya sedang dimasukan selaku masyarakat Andjing NICA.

Berlainan dengan narasi aslinya, di novel kebanggan gerombolan golongan atas KNIL itu, Slamet dituturkan gugur dikala melaksanakan kewajiban.

Artikel Pendukung Lainnya :

LihatTutupKomentar