Kampung Adat Melarang Bangun Rumah Tembok

Kampung Adat Melarang Bangun Rumah Tembok

Kampung Adat Melarang Bangun Rumah Tembok - Kampung Adat Kuta di Ciamis, Jawa Barat mempunyai kearifan yang terbilang unik serta penuh filosofis.

Kampung tersebut mempraktikkan banyak ketentuan yang bertujuan buat melindungi area sosial serta budaya.

Salah satunya merupakan melarang mendirikan bangunan memakai tembok. Warga setempat meyakini hendak terdapatnya hukuman untuk siapapun yang melanggar.

Ketentuan tersebut bertabiat mengikat serta dihormati oleh masyarakat yang terletak di kampung tersebut. Gimana potret sepenuhnya? Ikuti berikut ini.

Pamali Rumah dari Tembok serta Genteng


Mengutip dari kanal Youtube Angelick Vaulina, Kamis( 16/ 2) suatu kelompok warga yang menamakan Kampung Adat Kuta Ciamis mempunyai keunikan berbentuk kearifan lokal yang masih terpelihara sampai dikala ini.

Salah satu bentuk kearifan tersebut merupakan larangan membuat rumah dari tembok serta genteng. Larangan tersebut mempunyai makna biar penunggu rumah tidak semacam di kubur.

Dalam penjelasan video, rumah dari tanah( genteng) yang posisinya melebihi batasan kepala manusia berarti dikubur. Sehingga rumah wajib berbahan dinding serta kayu dserta berupa panggung.

Salah seseorang tokoh setempat bernama Aki Warja berkata kalau terdapat ketentuan spesial terpaut wujud rumah.

" Rumah wajib panggung, tidak boleh letter U, letter L, berbaris 3 tidak boleh di mari mah," ucapnya.

Warga meyakini kalau untuk siapapun yang melanggar dengan membangun rumah dengan tembok hingga hendak mendatangkan bencana untuk orang tersebut serta berakibat terhadap satu kampung.

Pengalaman Akibat Melanggar Aturan


Sebagian masyarakat pernah memperoleh akibat dari melanggar ketentuan tersebut dengan memforsir mendirikan bangunan dari tembok.

Pada bagian dalam kampung ada suatu zona yang berisi rumah berbahan tembok yang masih berdiri.

Konon masyarakat tersebut memperoleh bencana sebab pelanggaran yang di buat. Warga di situ yakin kalau masyarakat tersebut memperoleh bencana dari alam.

" Udah lenyap, udah mati seluruh masih muda," ucap Aki Warja.

Filosofi Kembali ke Bumi


Kearifan di kampung tersebut mempunyai banyak filosofi yang berkaitan dengan bumi. Masyarakat meyakini kalau seluruh bahan yang digunakan dalam rumah hendak kembali jadi pupuk di bumi.

Sama halnya dengan manusia yang hendak kembali ke alam serta hendak jadi tanah.

" Jadi perbuatan kita wajib diterima lagi oleh bumi oleh tanah. Wajib jadi pupuk. Kalo sisa kuin sisa genteng gak nyatu lagi sama bumi kan? Nah itu lah wajib di terima lagi sama tanah. Kita mah asal dari bumi," tutur sesepuh kampung tersebut.

Bagi Aki Warja, konteks adat yang masih dipertahankan merupakan alam, area, sosial serta budaya. Alamnya di hemat, lingkungannya tertata dengan baik.

Bahan alam pula dinilai tidak hendak membuat kesenjangan sosial antar masyarakat.

" Panas jika gunakan genteng. Coba jika di kota rumah kita masih dekor panggung, orang sebelah udah tingkatan, panas gak di mari( kepala)? Tekanan pikiran. Nah seperti itu di mari mah gak terdapat yang tekanan pikiran dari bangunan, sama aja tidurnya lezat asal adem aja," lanjut Aki Warja.

Artikel Pendukung Lainnya :

LihatTutupKomentar